Minggu, 01 Januari 2012

Pengawasan Pembiayaan pada Bank Syariah

A.    Pengertian Pembiayaan
Pengertian pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Bisnis adalah aktivitas yang mengarah kepada penambahan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengelolaan barang (produksi).[1] Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.[2]
Menurut M. Syafi’i Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.[3]
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.[4]
Tujuan Bank Syariah dibedakan menjadi dua bagian yaitu tujuan pembiayaan mikro dan makro:
Secara makro bertujuan untuk:
1.      Peningkatan Ekonomi Umat
2.      Meningkatkan Produktivitas
3.      Tersedianya Dana Bagi Peningkatan Usaha
Kalau secara mikro untuk:
1.      Upaya memaksimalkan laba
2.      Upaya memaksimalkan resiko
3.      Pendayagunaan sumber ekonomi
4.      Penyaluran kelebihan dana
Oleh karena itu tujuan pembiayaan yang dilaksanakan oleh Bank Syariah adalah untuk memenuhi kebutuhan stakeholder, yakni:
1.      Pemilik
Dari sumber pendapatan diatas para pemilik modal mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.
2.      Pegawai
Para pegawai mengaharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank tersebut.
3.      Masyarakat
a)      Pemilik Dana
Sebagaimana pemilik menharapkan dari dana yang diinvestasikan akan memperoleh bagi hasil
b)      Debitur yang bersangkutan
Para debitur dengan penyediaan dana baginya mereka terbantu guna menjalankan usahanya
c)      Bank
Bagi bank yang bersangkutan, dari penyaluran pembiayaan diharapakan bank dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya semakin luas.

 
4.      Pemerintah
Akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara, disamping memperoleh pajak penghasilan yang diperoleh bank dan perusahaan-perusahaan.
Fungi Pembiayaan
a.       Meningkatkan daya guna uang
b.      Meningkatkan daya guna barang
c.       Meningkatkan peredaran uang
d.      Menimbulkan kegairahan usaha
e.       Stabilisasi ekonomi
5.      Sebagi jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional[5]
Keberadaan bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya :
1.       Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.
2.       Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
3.      Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan
Jenis-jenis Pembiayaan:
Berdasarkan Tujuan Penggunaannya, dibedakan dalam :
a.       Pembiayaan Modal Kerja, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk memberikan modal usaha seperti antara lain pembelian bahan baku atau barang yang akan diperdagangkan.
b.      Pembiayaan Investasi, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk modal usaha pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian barang modal berupa aktiva tetap / investaris.
c.       Pembiayaan Konsumtif, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian suatu barang yang digunakan untuk kepentingan perseorangan ( pribadi ).
Berdasarkan Cara Pembayaran / Angsuran Bagi Hasil, dibedakan dalam:
a.       Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Periodik, yakni angsuran untuk jenis pokok dan bagi hasil dibayar / diangsur tiap periodik yang telah ditentukan misalnya bulanan.
b.      Pembiayaan Dengan Bagi Hasil Angsuran Pokok Periodik dan Akhir, yakni untuk bagi hasil dibayar / diangsur tiap periodik sedangkan pokok dibayar sepenuhnya pada saat akhir jangka waktu angsuran
c.       Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Akhir, yakni untuk pokok dan bagi hasil dibayar pada saat akhir jangka waktu pembayaran, dengan catatan jangka waktu maksimal satu bulan.
Metode Hitung Angsuran yang akan digunakan. Ada tiga metode yang ditawarkan yaitu :
a.       Efektif, yakni angsuran yang dibayarkan selama periode angsuran. Tipe ini adalah angsuran pokok pembiayaan meningkat dan bagi hasil menurun dengan total sama dalam periode angsuran.
b.      Flat, yakni angsuran pokok dan margin merata untuk setiap periode
c.       Sliding, yakni angsuran pokok pembiyaan tetap dan bagi hasilnya menurun mengikuti sisa pembiayaan ( outstanding )
Berdasarkan Jangka Waktu Pemberiannya, dibedakan dalam:
a.       Pembiayaan dengan Jangka Waktu Pendek umumnya dibawah 1 tahun
b.      Pembiayaan dengan Jangka Waktu Menengah umumnya sama dengan 1 tahun
c.       Pembiayaan dengan Jangka Waktu Panjang, umumnya diatas 1 tahun sampai dengan 3 tahun.
d.      Pembiayaan dengan jangka waktu diatas tiga tahun dalam kasus yang tertentu seperti untuk pembiayaan investasi perumahan, atau penyelamatan pembiayaan
Berdasarkan Sektor Usaha yang dibiayai
    1. Pembiayaan Sektor Perdagangan (contoh : pasar, toko kelontong, warung sembako dll.)
    2. Pembiayaan Sektor Industri (contoh : home industri; konfeksi, sepatu)
Pembiyaan konsumtif, kepemilikan kendaraan bermotor (contoh : motor , mobil dll.)[6]

Pembiayaan Dalam Praktek Perbankan Syariah:
Dalam penyaluran dana yang berhasil dihimpun dari nasabah atau masyarakat, bank syariah menawarkan beberapa produk perbankan sebagai berikut:

1.      Pembiayaan Mudharabah
Adalah Bank menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja secara penuh (trusty financing), sedangkan nasabah menyediakan proyek atau usaha lengkap dengan manajemennya. Hasil keuntungan dan kerugian yang dialami nasabah dibagikan atau ditanggung bersama antara bank dan nasabah dengan ketentuan sesuai kesepakatan bersama. Prinsip mudharabah dalam perbankan digunakan untuk menerima simpanan dari nasabah, baik dalam bentuk tabungan atau deposito dan juga untuk melakukan pembiayaan.
Adapun rukun dan syaratnya adalah sebagai berikut:
Rukun Mudharabah:
a. Ada shahibul maal (modal/nasabah)
b. Adanya mudharib (pengusaha/bank)
c. Adanya amal (usaha/pekerjaan)
d. Adanya hasil (bagi hasil/keuntungan) dan
e. Adanya aqad (ijab-qabul).

2.       Pembiayaan Musyarakah
Adalah pembiayaan sebagian dari modal usaha,yang mana pihak bank dapat dilibatkan dalam proses manajemennya. Modal yang disetor dapat berupa uang, barang perdagangan (trading asset), property, equipment atau intangible asset (seperti hak paten dan goodwiil) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.

3.      Pembiayaan Murabahah
Dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas barang tertentu. Dalam transaksi jual beli tersebut, penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan termaksud harga pembelian dan keuntungan yang diambil . Murabahah dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia bank dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Adapun rukun dan syaratnya sebagai berikut:
Rukun Murabahah:
a. Penjual
b. Pembeli
c. Barang yang diperjual-belikan
d. Harga dan
e. Ijab-qabul.

4.      Pembiayaan Al-Bai’Bithaman Ajil
Adalah pembiayaan untuk membeli barang dengan cicilan. Syarat-syarat dasar dari produk ini hampir sama dengan pembiayaan murabahah. Perbedaan diantara keduanya terletak pada cara pembayaran, dimana pada pembiayaan murabahah pembayaran ditunaikan setelah berlangsungnya akad kredit, sedangkan pada pembiayaan Al-Bai’Bithaman Ajil cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima barang mampu memperlihatkan hasil usahanya.

5.      Pembiayaan Salam
Diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan jangka pendek untuk produksi agrobisnis atau industri jenis lainnya.

6.      Pembiayaan Isthina’
Diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan manufaktur, industri kecil-menengah,dan konstruksi.dalam pelaksanaannya pembiayaan isthina dapat dilakukan dengan dua cara,yakni pihak produsen ditentukan oleh bank atau pihak produsen ditentukan oleh nasabah.pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut harus ditentukan dimuka dalam akad berdasarkan kedua belah pihak.

7.      Pembiayaan sewa beli (ijarah wa iqtina atau ijarah muntahiyyah bi tamlik)
Adalah akad sewa suatu barang antara bank dengan nasabah, dimana nasabah diberi kesempatan untuk membeli obyek sewa pada akhir akad atau dalam dunia usaha dikenal dengan finance lease Harga sewa dan harga beli ditetapkan bersama diawal perjanjian. Dalam pembiayaan ini yang menjadi obyek sewa diisyaratkan harus barang yang bermanfaat dan dibenarkan oleh syariat dan nilai dari manfaat dapat diperhitungkan atau diukur.pembiayaan sewa beli ini dapat dilakukan dengan cara: pertama lembaga pembiayaan atau perusahaan leasing yang berdasarkan syariah Islam membeli aset yang akan dibeli oleh nasabah, setelah terbeli maka, lembaga tersebut menyewakan aset itu dalam jangka waktu dan harga yang ditentukan dalam perjanjian kedua belah pihak.

8. Hiwalah
Hiwalah adalah produk perbankan syari’ah yang disediakan untuk membantu suplier dan mendapatkan modal tunai agar melanjutkan produksinya. dalam hal ini Bank akan mendapatkan imbalan (fee) atas jasa pemindahan piutang. Besarnya imbalan yang akan diterima Bank ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antar Bank dengan nasabah.

8.      Rahn
Produk perbankan ini disediakan untuk membantu nasabah dalam pembiyaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman berarti Bank hanya memperoleh imbalan atas penyimpanan, pemeliharaan, asuransi dan administrasi barang yang digadaikan. berkenaan dengan hal tersbut maka, produk Rahn hanya digunakan bagi keperluan Sosial seperti pendidikan dan kesehatan.[7]


B.     Pengawasan Pembiayaan

Pembiayaan adalah suatu proses, mulai dari analisis kelayakan pembiayaan sampai pada realisasinya. Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan. Aktivitas ini memiliki aspek dan tujuan tertentu. Untuk itu perlu dibicarakan hal-hal yang terkait dengan aktivitas pemantauan dan pengawasan pembiayaan.
Secara spesifik pengertian pengawasan pembiayaan selaras dengan pengertian pengertian pengawasan secara dalam arti luas, dapatlah dirumuskan sebagai berikut;
Salah satu fungsi manajemen dalam usahanya untuk penjagaan dan pengamanan dana pengelolaan kekayaan bank dalam bentuk pembiayaan yang lebih baik dan lebih efisien, guna menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan cara mendorong dipatuhinya kebijaksanaan-kebijaksanaan pembiayaan yang telah ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi pembiayaan yang benar. Jadi pada tahap pertama pengawasan pembiayaan ini merupakan upaya dalam penjagaan dan pengamanan harta bank dalam bentuk pembiayaan.
Pengertian penjagaan (safe guards) disini tentu lebih bersifat preventif (bersifat mencegah, “Kamus Ilmiah Populer”). Sedangkan pengertian dari pengamanan disini bersifat represif (bersifat menekan)[8], untuk menyelamatkan kemungkinan-kemungkinan kerugian yang potensial yang akan timbul lebih besar. Atas usaha represif kalau mampu untuk meminimalisir kerugian yang akan timbul.

C.    Tujuan Pemantauan dan Pengawasan Pembiayaan

Tujuan dari dilakukannya pemantauan dan pengawasan pembiayaan pada bank syariah adalah:
1.      Kekayaan bank syariah akan selalu terpantau dan menghindari dari adanya penyelewengan-penyelewengan baik oknum dari luar maupun dari dalam bank.
2.      Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang pembiayaan.
3.      Untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan.
4.      Kebijakan manajemen bank syariah akan dapat lebih rapi dan mekanisme dan prosedur pembiayaan akan lebih dipatuhi.

Media Pemantauan
1.      Informasi dari luar bank syariah
Diupayakan data dari laporan periodik usaha dibiayai baik itu berupa laporan stok, realisasi kerja dan laporan keuangan. Laporan harus juga dikontrol melalui realisasi kerjanya jangan hanya berdasarkan formulir laporan keuangan.
2.      Informasi dari dalam bank syariah
Penelitian mutasi keuangan anggota dalam rekening sehingga diperoleh gambaran mutasi yang sesungguhnya dan tidak terjadi manipulasi.
3.      Meneliti perputaran yang terjadi atas debit dan kredit pada beberapa bulan berjalan
4.      Memberikan tanda pada laporan sehingga dapat diantisipasi jika ada kekeliruan yang lebih besar
5.      Periksalah adakah tanggal-tanggal jatuh tempo yang dijanjikan terealisasi
6.      Meneliti buku-buku pembantu/ tambahan dan map-map yang berkaitan dengan peminjaman.

Kunjungan Pada Peminjam
Tujuan dari diadakannya kunjungan pada peminjam adalah untuk mempertimbangkan dan memantau efektivitas dana yang dimanfaatkan peminjam. Hal-hal yang dilakukan adalah:[9]
1) Membuat laporan kegiatan peminjam
2) Laporan realisasi kerja bulanan
3) Laporan stok/ persediaan barang
4) Laporan kegiatan investasi bulanan
5) Laporan hutang dan piutang
6) Neraca R/ L per bulan, triwulan, dan semester
7) Tingkat pengumpulan pendapatan
8) Tingkat kemajuan usaha
9) Tingkat efektivitas pemakaian dana

D.    Penanganan Pembiayaan Bermasalah
1.      Pengertian Pembiayaan Bermasalah
a.       Pembiayaan yang tidak lancar
b.      Pembiayaan dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan.
c.       Pembiayaan yang tidak menepati jadwal angsuran
d.      Pembiayaan yang memiliki potensi merugikan
e.       Pembiayaan yang memiliki potensi menunggak dalam satu waktu tertentu

2.      Kolektibilitas Pembiayaan
a.       Lancar
1)      Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok
2)      Terdapat tunggakan angsuran pokok tetapi tidak  melampaui satu bulan
b.      Kurang Lancar
1)      Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampaui satu bulan tetapi belum melampaui dua bulan
c.       Diragukan
1)      Tidak memenuhi kedua kategori di atas, tapi memiliki jaminan minimal 75% dari baki debet
d.      Macet
1)      21 bulan sejak digolongkan diragukan, belum ada pelunasan
2)      penyelesaiannya diserahkan kepada pihak lain.

3.      Dampak Pembiayaan Bermasalah
a.       Terhadap Bank
1.      Likuiditas terancam
2.      Solvabilitas berkurang
3.      Rentabilitas menurun
4.      Bonafiditas/citra
5.      Tingkat Kesehatan
6.      Modal tidak berkembang
7.      Munculnya biaya tambahan (Legal cost, adm.cost,    Opportunity cost, Carrying cost, Manajemen Cost, Intangible cost.
b.      Terhadap Karyawan
1.      Mental (kurang percaya diri, saling menyalahkan)
2.      Karier
3.      Moral (rusaknya rasa memiliki, dan     tanggung jawab)
4.      Waktu dan tenaga
c.       Terhadap Pemilik Modal
1.      SHU berkurang
2.      Ketidak percayaan pemilik modal

4.      Gejala-gejala
a.       Baki kredit simpanan menurun
b.      Pembayaran angsuran tersendat-sendat
c.       Sering meminta penundaan pembayaran
d.      Terjadi penyimpangan penggunaan pembiayaan
e.       Mengajukan penambahan pembiayaan
f.       Mengajukan perpanjangan pembiayaan
g.      Sering menghindar saat penagihan
A.    Adanya hutang ke pihak lain

5.      Proses Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Proses penanganan pembiayaan bermasalah dilakukan sesuai dengan kolektibilitas pembiayaan, yaitu sebagai berikut:
A.    Pembiayaan Lancar, dilakukan dengan cara:
1.      Pemantauan usaha nasabah
2.      Pembinaan anggota dengan pelatihan-pelatihan
B.     Pembiayaan potensial bermasalah, dilakukan dengan cara:
1.      Pembinaan anggota
2.      Pemberitahuan dengan surat teguran
3.      Kunjungan lapangan atau silaturrahmi oleh bagian pembiayaan kepada nasabah
4.      Upaya preventif dengan penanganan resceduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan cara reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil.
C.     Pembiayaan kurang lancar, dilakukan dengan cara:
a.       Membuat surat teguran atau peringatan
b.      Kunjungan lapangan atau silaturrahmi oleh bagian pembiayaan kepada nasabah secara lebih sungguh-sungguh
c.       Upaya penyehatan dengan cara resceduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan cara reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil.
D.    Pembiayaan diragukan atau macet, dilakukan dengan cara:
a.       Dilakukan resceduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran.
b.      Dilakukan reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil.
c.       Dilakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk pembiayaan al-Qardhul Hasan.[10]

E.     Penyitaan Barang Jaminan Pembiayaan

Jaminan yang dijaminkan nasabah kepada bank syari’ah dapat dilakukan pinalty atau penyitaan. Masalah penyitaan atau eksekusi jaminan di bank syari’ah sangat tergantung pada kebijakan manajemen. Ada yang melakukan eksekusi, namun ada pula yang tidak melakukan eksekusi jaminan nasabah yang mengalami kemacetan pembiayaan. Kebanyakan bank syari’ah lebih memberlakukan upaya resceduling, reconditioning, dan pembiayaan ulang dalam bentuk al-Qardhul Hasan dan jaminan harus tetap ada sebagai persyaratan jaminannya.
Kalaupun dengan terpaksa harus dilakukan dengan penyitaan, maka penyitaan dilakukan dengan nasabah memang nakal dan tidak mengembalikan pembiayaan. Namun tetap dilakukan dengan cara-cara sebagaimana yang diajarkan menurut ajaran Islam, seperti:
1.      Simpati : sopan, menghargai, dan fokus ke tujuan penyitaan
2.      Empati : menyelami keadaan nasabah, bicara seakan untuk kepentingan nasabah, membangkitkan kesadaran nasabah untuk mengembalikan utangnya.
3.      Menekan : tindakan ini dilakukan jika dua tindakan sebelumnya tidak diperhatikan.
Apabila cara ketiga tidak juga diacuhkan oleh nasabah, maka cara-cara yang ditempuh adalah dengan terpaksa untuk:
1.      Menjual barang jaminan
Prosedur yang dijalankan dalam hal ini adalah jika sebelumnya telah diadakan perjanjian atau di dalam akad secara tertulis untuk menjual barang jaminan. Jika nilai jaminan tidak sebanding dengan nilai yang dipinjamkan maka dari salah satu dari kedua belah pihak harus menutupinya. Prosedur penjualan barang jaminan adalah dijual kemudia dikonservasikan lalu ditutupi.
2.      Menyita barang yang senilai dengan nilai pinjaman
Prosedur ini hanya dapat dilakukan jika sebelumnya telah ada perjanjian secara tertulis untuk menyita barang yang senilai dengan nilai peminjaman.[11]



DAFTAR PUSTAKA

Muhamad, “Manajemen Bank Syariah”, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002).
Antonio, Muhammad Syafi’i, “Bank Syariah dari Teori ke Praktik”, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001).
UU No. 10 tahun 1998, “Tentang Perbankan”, ayat 1 pasal 12.
http://raimondfloralamandasa.blogspot.com/2008/05/praktek-pembiayaan-dalam-perbankan.html
Hamid, Farida, “Kamus Ilmiah Populer Lengkap”, (Surabaya: Apolo).




[1]  Muhamad, Manajemen Bank Syariah, 260.
[3] Muhammad Syafi’i  Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hal. 160.
[4] UU No. 10 tahun 1998, tentang Perbankan, ayat 1 pasal 12.
[7] http://raimondfloralamandasa.blogspot.com/2008/05/praktek-pembiayaan-dalam-perbankan.html
[8] Farida Hamid, “Kamus Ilmiah Populer Lengkap”, (Surabaya: Apolo), 548.
[10] Muhamad, Manajemen Bank Syariah, 268.
[11]  Ibid, 268-269.

1 komentar:

Ayyuhand. Diberdayakan oleh Blogger.